Kamis, 27 Agustus 2009

PERTANIAN DALAM BELENGGU NEOLIBERALISME

Perdagangan global mungkin akan menjadi dambaan sebagian besar orang seandainya saja bisa memberikan kesempatan kepada semua bangsa untuk makmur, membangun secara adil dan saling menguntungkan. Neoliberalisme dipromosikan sebagai mekanisme untuk mencapainya. Program neoliberal mendapatkan kekuatan sosial melalui kekuatan politik dan ekonomi dari mereka yang diuntungkan: para pemegang saham, para operator keuangan, para industrialis, para politisi konservatif atau sosial-demokratik (yang telah diubah menjadi penjamin dikukuhkannya pasar bebas), pejabat-pejabat keuangan tingkat-tinggi --yang sangat bernafsu mendesakkan kebijakan yang sebenarnya merupakan anjuran untuk membunuh dirinya sendiri karena mereka, tak seperti manajer perusahaan, tak memiliki resiko untuk membayar konsekuensinya di kemudian hari. Neoliberalisme, secara keseluruhan, cenderung dengan lihai-nya memisahkan ekonomi dari realitas sosial. Dengan demikian dalam kenyataannya, sedang membangun sistem ekonomi yang bisa disesuaikan dengan gambaran teori murni---semacam mesin logika yang menampilkan dirinya sebagai belenggu pembatas yang mengatur agen-agen ekonomi. Sistem modern perdagangan bebas, perusahaan bebas dan ekonomi yang berbasiskan-pasar, sebenarnya telah muncul sejak 200 tahun yang lalu, sebagai satu mesin penggerak utama dalam pembangun revolusi industri. Namun akarnya adalah merkantilisme yang terbentuk selama Abad Pertengahan. Dan juga memiliki akar serta pararel dengan berbagai metode yang digunakan imperium sepanjang sejarahnya (dan, saat ini, masih digunakan) untuk menguasai tempat-tempat yang lebih lemah di sekitarnya serta untuk menguras dan merampas kekayaannya. Sebenarnya, bisa saja diyakini bahwa neoliberalisme (sekarang ini) tidak lain adalah merkantilisme yang didandani dengan retorika yang lebih bersahabat, mengingat relitasnya tetap sama dengan proses merkantilis yang telah berlangsung selama ratusan tahun yang lalu. Situasi inipun jelas memiliki dampak-dampak tersendiri di masing-masing sektor kehidupan. Tisak terkecuali di sektor pertanian dan lebih khususnya pertanian di negara-negara berkembang, seperti Indonesia. Akibat tekanan-tekanan IMF, tugas aparatus kekuasaan (Indonesia) adalah harus rajin memangkas tarif pertanian dan melakukan liberalisasi di bidang pertanian secara menyeluruh (di sektor kebijakan produksi dengan pengurangan/pencabutan subsidi sarana produksi dan perdagangan). Dibawah penekanan IMF dan kekuasaan yang menjadi kompradornya, Indonesia dalam perdagangan hasil-hasil pertanian adalah yang paling liberal di antara negara-negara produsen pertanian di dunia. Sungguh bertolak belakang situasinya dengan negara maju di mana sektor pertanian sangat dilindungi. Eropa misalnya, dengan alasan multifunctionality pertanian, cenderung konsisten dalam menyubsidi sektor pertaniannya. Juga sangat bertolak belakang dengan agenda negara-negeri kapitalis utama yang dengan berbagai cara mempromosikan perdagangan bebas/globalisasi sebagai jalan kesejahteraan masyarakat di dunia. Subsidi oleh negara-negara maju yang demikian besar tentu saja mematikan produk dari petani-petani di negara-negara berkembang dalam arena pasar global. Penurunan tarif secara substansial yang dimotori AS dan Cairns Group ternyata juga mendapat tentangan dari negara-negara maju lainnya seperti Eropa dan Jepang. Negara-negara maju umumnya sangat yakin ketika bicara soal akses pasar lewat reduksi tarif, tetapi banyak melakukan hambatan non-tarif untuk menutup pasarnya. Mereka menentang subsidi untuk petani di negeri-negeri berkembang dan miskin, namun mereka terus memberikan subsidi miliaran dollar bagi industri pertaniannya sehingga negara berkembang seperti Indonesia tidak bisa bersaing. Proteksi pertanian yang dilakukan oleh negara kapitalis utama tidak kepalang tanggung besarnya. Sebagai gambaran, subsidi tahun 2002 untuk AS adalah sebesar 180 miliar dollar AS dalam waktu 10 tahun, subsidi yang diberikan Eropa sebesar 320 miliar dollar AS juga dalam waktu 10 tahun. Angka subsidi yang begitu besar membuat produk pertanian yang dihasilkan petani dari Indonesia sulit bersaing dengan produk mereka yang murah. Produk pertanian negara maju ini terus merajai pasar produk pertanian di negara berkembang karena mereka bisa menjualnya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk pertanian dari petani Indonesia. Pukulan yang dirasakan petani Indonesia akibat membanjirnya produk pertanian dari negara-negara maju itu sudah dirasakan sejak pertengahan 1990-an. Sejak tahun itu, harga komoditas pertanian ekspor sangat menurun dan berdampak negatif terhadap pendapatan petani Indonesia. Situasi inilah yang menjelaskan fakta bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 36,147 juta orang, dan 21,265 (58,8%) di antaranya bekerja di sektor pertanian. Indonesia kini menjadi importir produk pertanian yang dari tahun ke tahun semakin besar nilainya. Kalau pada tahun 1993 jumlah rumah tangga pertanian adalah 20,8 juta maka pada tahun 2003 jumlahnya telah mencapai 25,6 juta rumah tangga; yang berarti secara rata-rata tumbuh 2,1% setiap tahun. Pada tahun 2003 menunjukkan bahwa rumah tangga pertanian padi/palawija mencapai 74,4% dari seluruh rumah tangga pertanian pengguna lahan. Dengan kata lain, rumah tangga pertanian didominasi oleh rumah tangga padi/palawija. Yang menarik perhatian dan sekaligus memprihatinkan adalah bahwa jumlah petani “gurem”, yaitu rumah tangga pertanian yang menguasai lahan kurang dari 0,5 ha meningkat 2,4% per tahun, dari 10,8 juta pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun 2003. Dengan perkembangan tersebut, secara nasional jumlah rumah tangga petani gurem sudah lebih banyak dari rumah tangga petani non-gurem. Di pulau Jawa gambarannya lebih aneh lagi. Terdapat 9,990 juta keluarga petani gurem (71,53%) dari sebanyak 13,965 juta rumah tangga pertanian. Dengan produksi gabah kering giling sekitar 4,538 ton per ha maka dengan mudah dapat diketahui bahwa kehidupan petani gurem sangat sulit. Dengan beranggapan rata-rata setiap rumah tangga pertanian terdiri dari 4 orang dan konsumsi beras per kapita sekitar 120 kg per tahun. Dapat dihitung bahwa jumlah beras yang dapat dijual oleh petani gurem ke pasar setelah dikurangi kebutuhan konsumsi sendiri relatif kecil. Laju kemiskinan di pedesaan yang berdampak pada membesarnya petani gurem tidak terlepas juga akibat dari berbagai kebijakan pemerintah Indonesia yang berakar disetujuinya perjanjian-perjanjian internasional yang mengusung program liberalisme sektor pertanian khususnya. Misalnya Agreement on Agriculture (AoA), dimana Indonesia menjadi bagian didalamnya. Agenda utama perjanjian internasional ini tidak alain adalah keharusan bagi pemerintah Indonesia untuk mengurangi subsidi dan mengurangi hambatan-hambatan perdagangan pertanian. Di tengah kemunduran serius dari sektor pertanian di Indonesia saat ini, beban sektor pertanian terus bertambah berat karena harus menjadi kantung penampungan tenaga kerja karena kehancuran industri di perkotaan, dan menyumbang konsumsi masyarakat di perkotaan akibat kebijakan pangan murah yang segala kerugiannya lebih banyak dipikul oleh kaum tani ketimbang beban subsidi dari negara. Pembangunan pertanian tidak hanya ditentukan oleh kebijakan di sektor pertanian, tetapi sangat dipengaruhi oleh dukungan sektor lain seperti kebijaksanaan-kebijaksanaan makro, industri dan perdagangan, pengairan, permodalan, dan lainnya. Lebih jauh lagi, dan masalah ini sangat strategis sifatnya sehingga harus menjadi pemahaman seluruh kaum tani di Indonesia bahwa hilangnya daya saing produk pertanian tidak sekedar akibat adanya proteksi pasar di negeri-negeri kaptalis maju, paling banter satu-satunya keunggulan produk pertanian tidak lain adalah murahnya harga tenaga kerja di sektor pertanian. Hilangnya daya saing produk pertanian kita lebih disebabkan karena sektor pertanian di Indonesia belum menjadi industri, masih didominasi sektor pertanian kecil-kecilan. Sebaliknya pertanian di negeri-negeri kapitalis maju tingkat industrinya sudah demikian maju sehingga tingkat produksinya sudah mencapai taraf yang tinggi, yang melampaui kebutuhan nasionalnya, dan memenuhi pasar dunia dengan kelebihan produksi pertaniannya. Tanpa menjadi industri pertanian di Indonesai selamanya produktifitasnya akan kalah bersaing dengan industri pertanian di negeri kapitalis maju. Sayangnya agenda untuk mengindustrialisasikan pertanian tidak mungkin dicapai dengan kebijakan liberalisasi pertanian. Sebaliknya kebijakan ini membutuhkan perlindungan bagi sektor perekonomian dalam negeri sehingga industri manufaktur dapat digalakkan sehingga dapat menyerap banyak lapangan kerja (dipedesaan maupun perkotaan), termasuk produk industri manufaktur untuk kebutuhan sektor pertanian. Sehingga perencanaan produksi, penerapan teknologinya, penyerapan lapangan kerja dapat direncanakan dan dioperasinalkan secara lebih rasional dan modern. Pemerintah SBY-JK sebagai pembuat keputusan dan kebijakan sudah waktunya dengan tegas memberikan perhatian yang serius kepada kondisi pertanian Indonesia yang semakin memburuk ini. Apalagi akibat salah arah kebijakan pertanian selama ini kaum miskin di pedesaan cenderung terus meningkat. Harus ada rumusan kebijakan pertanian yang benar-benar memihak kepentingan kaum tani dan masyarakat pedesaan secara umum. Sudah waktunya kaum tani, dan rakyat Indonesia secara umum menegaskan sikap “Kita Harus Jadi Bangsa Mandiri!!”: tidak tergantung pada modal, teknologi dan barang produksi hasil pertanian dari imperialis pertanian dari negeri kapitalis maju. Tepatnya, perjuangan melawan perdagangan bebas/globalisasi yang menjadi senjatanya kaum imperialis untuk menghisap dan menguras kekayaan rakyat Indonesia harus dijalankan dengan lebih bersatu, lebih berani, dan lebih besar lagi. Oleh karena itu peranan politik kaum tani di segala panggung kekuasaan harus diperjuangkan sebagai agenda yang mendesak bersama-sama dengan kaum buruh dan, kelompok rakyat miskin, dan seluruh kekuatan anti imperialis lainnya.***

3 komentar:

  1. mampir nich....
    oh ea,, ada sedikit info tentang kayu jabon, ada yg pernah tau tentang kayu jabon.
    moga manfaat dech....

    BalasHapus
  2. Saya Ibu Hannah Boss, A pemberi pinjaman uang, saya meminjamkan uang kepada individu atau perusahaan yang ingin mendirikan sebuah bisnis yang menguntungkan, yang menjadi periode utang lama dan ingin membayar. Kami memberikan segala jenis pinjaman Anda dapat pernah memikirkan, Kami adalah ke kedua pinjaman pribadi dan Pemerintah, dengan tingkat suku bunga kredit yang terjangkau sangat. Hubungi kami sekarang dengan alamat email panas kami: (hannahbossloanfirm@gmail.com) Kebahagiaan Anda adalah perhatian kami.

    BalasHapus